Dan Sebaik-baik Pengharapan, Adalah Kepada Dia Allah Dzat Yang Tak Pernah Mengecewakan. -Aksara Rasa-

Dan sebaik-baik pengharapan, adalah kepada Dia Allah Dzat Yang tak pernah mengecewakan. -Aksara Rasa- . . . #day16 #sarapankata #KMOBatch27 #KMOIndonesia #kelompoklazuardi5 #BuatSejarahmuSendiri https://www.instagram.com/p/CHZGO7WLgKg/?igshid=c7l65asbqebv
More Posts from Rasadanaksara
Waktu Adalah Obat
@edgarhamas
Berkali-kali seorang guru menasihati, "al waqtu juz' minal 'ilāj", waktu bagian dari obat. Bukan, bukan hanya sekadar menunggu, lho.
Ini ditujukan untuk mereka yang sudah berusaha keras, meski belum kunjung melihat apa yang diharapkannya terjadi. Akan ada waktunya, kok.
Yang menanam pasti akan menuai, yang mendulang pasti akan mendapat, bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian.
Itu adalah sunnatullah, ada yang memang langsung dapat, ada yang ditunda untuk digantikan yang lebih baik. Ada yang diuji hingga terseok lalu diberi jalan pintas di puncak tawakalnya. Intinya, cepat atau lambat semua yang kita lakukan akan berbalas.
Pun dalam konteks yang berbeda, ini juga berlaku: yang merasa kebal hukum dan bebas melakukan apa saja; akan ada waktunya dia tersudut dan menuai akibat onar yang sudah ia lakukan.
Juga, yang merasa di atas angin, merasa tak terkalahkan, mencederai hati orang-orang, akan ada waktunya ia mengetam keangkuhan yang ia perbuat.
Sebab waktu adalah bagian dari obat; bagi mereka yang terzalimi, bagi mereka yang pagi dan senjanya tetap kokoh beraksi meski dicaci; bagi mereka yang dicederai dan merasa dunia tak berdiri dengannya untuk menguatkan hati.
Waktu, adalah bagian dari obat.
Mentalitas
“Mas, klo misalnya kita udah punya target. Udah punya plan, tapi di tengah jalan kok ada yang ga sesuai gimana?”
Pertanyaan menarik sekaligus menyadarkan. Ya, bukankah hidup memang begitu? Apa yang kita rencanakan memang tidak bisa sepenuhnya kita kendalikan harus terjadi, bisa jadi akan digantikan dengan yang lebih dari apa yang kita rencanakan.
Tapi klo begitu, kita hanya akan pasrah dengan takdir? Tidak, ada satu hal penting lagi, saat kita sudah berani merencanakan, saat kita sudah memiliki plan, adalah soal mentalitas.
Ya, mental. Satu persoalan yang akhirnya membedakan satu orang dengan yang lainnya.
Saat kita merencanakan, apakah mental kita siap menerima konsekuensinya, konsekuensi berhasil pun konsekuensi gagal. Saat kita membuat plan, apakah mental kita siap menghadapi resikonya, resiko menang bisa juga resiko kalah.
Mental menjadi pembeda. Akan menjadi percuma saat kita merencanakan atau membuat plan tapi tidak siap mental. Saat di tengah jalan ada hambatan, ada kendala, atau tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan, manusia tanpa mentalitas yang tangguh akan memilih menyerah lebih dulu.
Ah, aku jadi teringat kisah Nabi Yusuf. Manusia dengan mental paling tangguh. Saat beliau memimpikan 11 bintang, disitulah rencana hidupnya diatur, dan beliau yakin soal itu. Tapi, sejarah mencatat, sebuah kisah agung yang bisa kita jadikan pelajaran.
Kisah Nabi Yusuf, sudah kita ketahui bersama. Dibuang oleh saudaranya sendiri ke dalam sumur, kemudian dijual sebagai budak, mengalami pelecehan seksual karena ketampanannya, berujung fitnah yang membuat beliau dipenjara. Tapi, apakah lantas beliau ragu dengan rencana hidupnya? Tidak! Karena dalam diri beliau sudah ada keyakinan yang akhirnya membentuk mentalitas untuk terus melanjutkan hidup.
Mungkin juga inilah, yang mengubah Bilal bin Rabah, budak hitam dari Habasyah yang sendalnya sudah terdengar lebih dulu di Syurga. Membuat pemuda tampan nan kaya, Mushab bin Umair, rela meninggalkan kenyamanan. Menggerakan Utsman bin Affan, membeli sumur yahudi kemudian mewakafkannya. Memunculkan keberanian dan ketangguhan pada Shalahuddin Al Ayyubi, pemuda yang awalnya enggan berangkat perang, malah kemudian tercatat namanya dalam sejarah dengan tinta emas.
Semua itu soal mental. Mental yang terbentuk karena keyakinan. Mentalitas tauhid. Dimana kita mendapatkannya? Jika mengacu pada pola pendidikan Rasulullah, ada pada lingkaran-lingkaran pembinaan yang terstruktur rapih dan tersistem.
Viralnya Hilang, Semangat Juangmu Juga Hilang?
@edgarhamas
Kalau seiring berita viral Palestina hilang dan pembelaan kita ikut hilang; berarti kita masih di tempat.
Kita membela lebih dengan emosi, melihat video lalu marah, melihat gambar lalu menangis. Jika video dan gambar sudah hilang dari timeline, hilang jugakah perasaan juangmu?
Seorang Syaikh pernah bilang, "dibom atau tidak dibom, nyatanya Palestina masih dijajah. Mereka butuh pembelaan bukan hanya ketika dibantai. Mereka butuh itu setiap saat sampai merdeka."
Catat ini: membela Palestina itu sepotong akidah kita, dan pembuktian atas kemanusiaan kita.
Trending atau tidak trending itu urusan lain. Mau dunia membicarakannya atau tidak, hati nurani kita mesti jadi lentera yang menuntun kita tetap bersuara.
Diammu adalah pesta bagi kezaliman. Bisumu adalah nyanyian yang merdu buat penjajah. Saatnya naik kelas!
Jikapun ada yang bertanya, "sepenting itukah Palestina? Kenapa mesti terus disuarakan?"
Syaikh Ali Muhammad Muqbil, Ketua Ikatan Ulama Palestina pernah berkata, "Palestina adalah sepotong akidah kita. Membelanya adalah konsentrasi utama umat kita."
Jika mau tahu 3 alasan tersingkat mengapa Al Aqsha harus terus dibela dari kezaliman zionis, saya harap teman-teman bisa menghafalnya:
Pertama; ia kiblat pertama.
Kedua; ia masjid kedua yang dibangun di muka bumi
Ketiga; ia masjid ketiga yang diperintahkan Rasul untuk diziarahi.

Semakin sadar diri untuk tidak melakukan semua keharusan, membuat hidup semakin tenang untuk dijalani.
Engga buka instagram gpp. Engga update story gpp. Engga liat hidup orang lain gpp. Engga kelihatan produktif juga gpp.
Semakin sadar diri dari keinginan untuk didengar, dilihat, dan menjadi pusat perhatian. Semakin berkurang beban untuk tampil sempurna.
Terlihat menjadi biasa-biasa aja gpp. Terlihat tidak punya pencapaian gpp. Terlihat hilang dari pandangan orang lain pun gpp.
Engga semua harus dilakukan untuk mengesankan orang lain. Hidup memang untuk dijalani sesuai ritme kita sendiri.
Kalau orang lain jalan duluan, sukses dan berhasil duluan. Ya biarin, toh belum tentu sama dengan apa yang kita kejar.
Kalau tujuannya aja udah beda, jelas perjuangannya juga beda, cara memulainya juga beda, sampainya juga pasti beda.
Jadi yaudahlah, hidup memang kadang perlu dilalui dengan pertanyaan kenapa begini-begini amat dan kenapa begitu-begitu terus.
Karena jawabannya memang semua engga harus sama. Versi terbaikmu, boleh jadi versi yang tidak diinginkan orang lain.
Pun sebaliknya, keberhasilanmu boleh tidak seperti keberhasilannya orang lain.
—ibnufir
Pergi itu melelahkan, entah pergi untuk mencari atau meninggalkan. Sebab keduanya sama-sama akan memakan kesabaran hati dan memberikan gemuruh pada rasa. Mulai dari pertemanan, lingkungan, atau soal rasa pada seseorang. Dan setiap kita pasti akan pergi, pada pilihan pertama atau kedua.
Benarlah bahwa perjalanan itu bagian dari hal yang menyakitkan dan melelahkan, sebab raga pasti akan capek, sementara hati dan pikiran akan saling bertabrakan. Dan terkadang saat ragamu duduk menunggu pemberhentian selanjutnya, akan datang memori-memori yang telah ditutup rapat tapi ia hadir tanpa kamu mau. Seakan masih ada yang harus kamu selesaikan.
Tapi akan lebih melelahkan, jika perjalanan hidupmu itu bersama seseorang yang tidak setujuan denganmu. Bukankah minyak dan air tidak akan pernah bisa bersatu?
Tidak mengapa kamu gagal dan jatuh pada fase pencarian dan meninggalkan, tidak ada yang salah jika harus mengatakan tidak pada seseorang yang tidak sejalan denganmu, tidak ada kerugian juga jika harus pergi meninggalkan lingkungan yang sama sekali tidak membuatkan baik. Bahkan, tidaklah kamu menjadi sendiri saat menjauh dari pertemanan yang justru membawamu pada gelapnya dunia.
Masing-masing dari kita memiliki perjalanannya masing-masing, memiliki kriteria masing-masing dalam mencari teman perjalanan. Tapi ada hal yang jangan sampai kamu lupakan, utamakan kriteriamu itu untuk mencari dan mendekatkan pada Allah dan keberlahan. Bukankah setiap perjalanan itu akan ada keberkahan jika yang dicari adalah kebaikan?
Sampai mana perjalananmu saat ini?
@jndmmsyhd